A.
Pendahuluan
Pengertian Hukum Pidana
Hukum
Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu
negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
- Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur
tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut
diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana
bukanlah mengadakan norma hukum
sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan
untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan
kesusilaan.
Sumber Hukum Pidana dapat
dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di
Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain:
1.
Buku I Tentang Ketentuan Umum
(Pasal 1-103).
2.
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
3.
Buku III Tentang Pelanggaran
(Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain :
1.
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang
tindak Pidana Imigrasi.
2.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang
Norkoba.
3.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003
Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.
B.
Unifikasi Hukum Pidana
Unifikasi
Hukum Pidana merupakan penggabungan dari unsur-unsur pidana. Suatu peristiwa hukum
dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana jika memenuhi unsur-unsur pidananya.
Unsur-unsur tersebut terdiri dari:
1.
Objektif
Yaitu
suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hokum dan mengindahkan
akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik
utama dari pengertian objektif di sini adalah tindakannya.
2.
Subjektif
Yaitu
perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur
ini mengutamakan adanya pelaku (seorang atau beberapa orang).
C.
Asas – Asas Pidana
Asas Legalitas, suatu perbuatan hanya merupakan tindak
pidana, jika ini ditentukan lebih dahulu dalam suatu ketentuan
perundang-undangan. (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).
Terkait
dengan bunyi pasal ini, ada selogan di dalam bahasa latin yang maksudnya sama
dengan bunyi pasal tersebut, yakni: nullum delictum nulla poena sina praevia
lege poenali (tiada kejahatan, tiada hukuman pidana tanpa undang-undang
Hukum Pidana terlebih dahulu). Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan
dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling
ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP), apabila ada perubahan dalam perundang-undangan terjadi sesudah suatu
tindak pidana diperbuat, maka yang diberlakukan ialah ketentuan-ketentuan dari
hokum lama atau hokum baru, yang lebih menguntungkan bagi si tersangka.
Ada
7 aspek asas legalitas menrut Nico Keijzer:
- Tidak dapat dipidana, kecuali menurut UU
- Tidak ada penerapan UU pidana secara analogis;
- Tidak dapat dipidana hanya berdasar kebiasaan;
- Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana;
- Tidak ada pidana lain,kecuali ditentukan dalam UU
- Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan dalam UU;
- Lex certa (UU pidana harus dirumuskan secermat mungkin, harus membatasi wewenang pemerintah terhadap rakyat).
D.
Yuridiksi Hukum Pidana Materiil
Yurisdiksi atau jurisdiksi adalah wilayah/daerah tempat berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum. Kata ini
berasal dari bahasa Latin ius, iuris artinya
"hukum" dandicere artinya
"berbicara". Asas ruang lingkup berlakunya hukum pidana ada 4 :
1. Asas Teritorialitas (Teritorialiteits Beginsel)
Ketentuan
asas ini dicantumkan dalam pasal 2 yang menyatakan bahwa “Ketentuan pidana
dalam Undang-Undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di dalam wilayah
Indonesia melakukan tindak pidana.” Berdasarkan ketentuan pasal ini, tegas
bahwa bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah
Indonesia, baginya dikenakanan aturan pidana yang dicantumkan dalam
Undang-Undang Indonesia.
2. Asas Nasionalitas Aktif (Actief Nationaliteits Beginsel)
Asas ini
dapat juga disebut asas kepentingan nasional atau asas personalitas. Asas ini
tercantum dalam pasal 5 KUHP. Berdasarkan pasal ini, maka bagi warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia yang
menyangkut tentang keamanan Negara, kedudukan Kepala Negara, penghasutan untuk
melakukan tindak pidana, tidak memenuhi kewajiban militer, perkawinan melebihi
jumlah yang boleh ditentukan, dan pembajakan, maka pelakunya dapat dituntut
menurut aturan pidana Indonesia oleh Pengadilan Indonesia. Kepentingan nasional
yang dipertahankan di sini adalah agar pelaku tindak pidana yang warga Negara
Indonesia itu, walaupun peristiwanya terjadi di luar Indonesia tidak diadili
dan dikenakan hukuman dari Negara tempat terjadinya peristiwa itu.
3. Asas Nasionalitas Pasif (Pasief Nationaliteits Beginsel)
Asas ini
juga disebut dengan asas perlindungan (bescherming-beginsel). Asas ini
bertujuan melindungi wibawa dan martabat Negara Indonesia dari tindakan orang
baik yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia maupun orang asing yang
mengancam kepentingan nasional Indonesia. Asas nasionalitas pasif ini tidak
melihat kewarganegaraan pelaku, melainkan melihat pada tindak pidana yang
terjadi itu telah mengancam kepentingan nasional (Indonesia).
4. Asas Universalitas (Universaliteits Beginsel)
Asas ini
melindungi kepentingan antar Negara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya.
Yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain sebagai tempat dilakukannya
suatu tindak pidana tertentu.
E. Macam – Macam Pemidanaan Hukum Pidana Materiil
Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
Hukuman-Hukuman
Pokok
- Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
- Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
- Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran. Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
- Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
- Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan tidak dapat
dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok,
hukuman tambahan tersebut antara lain :
1.
Pencabutan hak-hak tertentu.
2.
Penyitaan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman
keputusan hakim.
trimakasih postingannya, jangan lupa kunjungi blog FH UII Kembali Jalin Kerjasama Dengan Pengadilan Negri Yogyakarta
BalasHapusMau tanya asas hk. Pidana Materiil apa aja ya?
BalasHapusMenurut pakar hukum pidana pak ganjar lesmana. "selama suatu perbuatan tidak dilarang/diwajibkan untuk dilakukan maka perbuatan itu boleh dilakukan" norma hukum pidana materil, pertanyaannya dimana pasal itu bisa ditemukan.. ...... Terima kasih
BalasHapus