A. Pengertian
Hukum
internasional adalah
bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional.
Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga
mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum
internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan
dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu.
Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan
asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
B. Sumber
Sumber hukum formal adalah faktor yang menjadikan suatu ketentuan menjadi ketentuan
hukum yang berlaku umum. Sumber hukum formal bagi hukum internasional sebagai
berikut.
A. Perjanjian
Internasional (Treaty)
Perjanjian
internasional ada dua macam.
(1) Law Making
Treaties
Law making treaties adalah perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum
internasional yang berlaku umum. Law making treaties ini menetapkan ketentuan-ketentuan
hukum perjanjian internasional (treaty rules). Law
making treaties juga
disebut international legislation.
Contoh law making treaties sebagai berikut.
(a) Konvensi
Perlindungan Korban Perang Jenewa Tahun 1949.
(b) Konvensi Hukum
Laut Jenewa Tahun 1958.
(c) Konvensi Wina
Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik.
(d) Konvensi Wina
Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler.
(2) Treaty Contract
Treaty contract menetapkan ketetuan hukum internasional yang berlaku bagi dua
pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut.
Ketentuan hukum internasional yang menetapkan treaty contract hanya untuk hal khusus dan tidak dimaksudkan
berlaku umum. Namun dalam beberapa hal dapat berlaku secara umum melalui
kebiasaan,yaitu jika ada pengulangan, ditiru oleh treaty,
dan sebagai hukum internasional kebiasaan.
B. Kebiasaan
Internasional
Kebiasaan internasional
menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional (international
costomary rules). Kabiasaan
menurut pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional adalah kebiasaan yang
terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum.
Contoh kebiasaan
internasional adalah penyambutan tamu dari negara-negara lain dan yang
mengharuskan menyalakan lampu bagi kapal yang berlayar pada malam hari di laut
bebas untuk menghindar tabrakan.
Semula ketentuan
tentang menyalakan lampu kapal tersebut ditetapkan oleh pemerintah Inggris,
tetapi kemudian diterima umum sebagai hukum kebiasaan internasional.
Badan peradilan
banyak berperan dalam menetapkan ketentuan hukum kebiasaan internasional.
Adapun badan-badan peradilan yang menetapkan ketentuan hukum kebiasaan internasional
sebagai berikut.
(1) Peradilan
Internasional
Peradilan
internasional dapat dibedakan :
(a) bersifat umum,
misalnya The International Court of
Justice (ICJ); dan
(b) Bersifat
sementara, misalnya Mahkamah Militer Internasional.
(2) Peradilan Nasional
Putusan peradilan
nasional dapat menjadi sumber hukum internasional melalui berikut ini :
(a) Preseden (precedent), yaitu putusan peradilan nasional suatu
negara yang ditiru atau dicontoh dalam praktik hukum internasional.
(b) Kebiasaan,
yaitu proses pembuatan suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku
umum, tetapi tidak memenuhi persyaratan yang berlaku bagi perundang-undangan.
(3) Abitrase
Internasional
Lembaga abitrase
internasional bersifat tidak tetap. Lembaga ini ada jika dikehendaki oleh para
pihak. Dalam menyelesaikan masalah, lembaga abitrase cenderung menempuh cara
kompromi.
C. Prinsip Hukum
Umum
Yang dimaksud
disini ialah dasar-dasar sistem hukum pada umumnya yang berasal dari asas hukum
Romawi. Menurut pendapat Sri Seianingsih Suwardi,S.H.,
fungsi dari prinsip-prinsip hukum umum ini terdiri dari hal-hal sebagai
berikut.
(1) Sebagai
pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional. Contoh: Mahkamah
Internasional tidak dapat menyatakan non liquet, yaitu
tidak dapat mengadili karena tidak ada hukum yang mengaturnya. Tetapi dengan
sumber ini Mahkamah Internasional bebas bergerak.
(2) Sebagai
penafsiran bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Jadi kedua sumber
hukum itu harus sesuai dengan asas-asas hukum umum.
(3) Sebagai
pembatasan bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Contoh,
perjanjian internasional tidak dapat memuat ketentuan yang bertentangan dngan
asas-asas hukum umum.
D. Karya Yuridis (Yuristic Work)
Karya yuridis bukan
merupakan sumber hukum yang independen, tetapi hanya sebagai pelengkap atau
penjelasan hukum internasional, yaitu berupa analisis secara umum terhadap
peristiwa-peristiwa tertentu.
E.
Keputusan-Keputusan Organ/Lembaga Internasional (Decisions of The Organs of International Institution)
Keputusan-keputusan
organ atau lembaga internasional pada prinsipnya hanya mengikutinegara-negara
anggota, tetapi dapat berlaku secara umum. Misalnya: Universal
Declaration of Independent.
F. Yurisprudensi
(Keputusan Pengadilan) Dan Pendapat Ahli Hukum Internasional
Yurisprudensi
internasional (judicial decisions) dan pendapat ahli hukum internasional
merupakan sumber hukum tambahan yang digunakan untuk membuktikan dipakai
tidaknya kaidah hukum internasional berdasarkan sumber hukum primer, seperti
perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum
umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Walaupun bersifat tidak
mengikat, yang berarti tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum, mamun tetap
memiliki pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional.
Sumber Hukum Internasional
menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
adalah terdiri dari :
1. Perjanjian Internasional (International Conventions)
1. Perjanjian Internasional (International Conventions)
2. Kebiasaan
International (International Custom)
3. Prinsip
Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
4. Keputusan
Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).
Jelas bahwa penggolongan sumber hukum internasional menurut pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta MAhkamah Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a. Pembagian menurut para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda perjanjian.
b. Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
Jelas bahwa penggolongan sumber hukum internasional menurut pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta MAhkamah Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a. Pembagian menurut para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda perjanjian.
b. Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
This propivisons shall
not prejudice
the power of the Court to decide a case ex aequo et
bono, if the parties agree thereto.
“Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
c. Keputusan atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.
“Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
c. Keputusan atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.
Sumber hukum material adalah faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang berlaku.
Sumber hukum material bagi hukum internasional adalah prinsip-prinsip yang menentukan
isi ketentuan hukum internasional yang berlaku. Prinsip-prinsip tersebut
misalnya, bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk
memberikan ganti rugi dan korban perang harus diperlakukan manusiawi.
Diantara
prinsip-prinsip tersebut ada yang berlaku memaksa. Prisnip ini disebut ius
cogens. Prinsip yang berlaku memaksa misalnya, perjanjian harus
ditaati (pacta sunt servanda).
Berlakunya prinsipini tidak dapat disimpangi oleh ketentuan hukum internasional
yang ditetapkan kemudian dan tidak dapat diubah oleh prinsip hukum
internasional yang sifatnya tidak sama.
Dalam
sumber hukum ini ada dua aliran yang memiliki pendapat yang berbeda , yaitu:
1.
Aliran
Naturalis
2.
Aliran
Positivisme
C. Subjek
Subyek hukum internasional diartikan
sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan
hukum internasional.
Dewasa ini
subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional,
adalah:
1.
Negara
Menurut
Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu
negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
2.
Organisasi Internasional
Organisasi
internasional mempunyai klasifikasi, yakni:
a.
Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud
dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b.
Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan
tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank,
UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization,
dan lain-lain;
c.
Organisasi
internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe
Union.
3.
Palang Merah
Internasional
Pada
awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang
lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan
Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan.
Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan
simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional
di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu
kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International
Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.
4.
Tahta Suci Vatikan
Tahta
Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat
Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci
Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut
pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta
Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas
dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya
terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki
kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci
dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
5.
Kelompok
Pemberontak/Pembebasan
Kaum
belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu
negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan
negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan
terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar
kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang
dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak
sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai
tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi.
Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang
mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek
hukum internasional
6.
Individu
Lahirnya
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Rights)pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa
konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu
adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
7.
Perusahaan
Multinasional (MNC)
Eksistensi
MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di
beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan
dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi,
struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
Subyek
hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang
dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau
setiap negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan
kewajiban dalam hubungan internasional.
Sedangkan objek hukum internasional adalah
pokok-pokok permasalahan yang dibicarakan atau dibahas dalam hukum
internasional. Namun, kawasan geografis suatu Negara (difined territory) juga
dapat dikatakan sebagai objek hukum internasional dikarenakan sifat objek hukum
internasional hanya bias dikenai kewajiban tanpa bias menuntuk haknya. Objek
hukum merupakan sesuatu yang dapat berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi
suatu pokok hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum, biasanya
dinamakan benda atau hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subyek hukum.
Contoh-contoh objek
hukum internasional adalah:
·
Hukum Internasional
Hak Asasi Manusia
Hukum
Internasional hak asasi manusia adalah semua norma hukum internasional yang
ditunjukkan untuk menjamin perlindungan terhadap pribadi (individu)
·
Hukum Humaniter
Internasional
Hukum
Humaniter Internasional adalah semua norma hokum internasional yang bertujuan
memberi perlindungan pada saat timbul konflik bersenjata bukan internasional,
kepada anggota pasukan tempur yang tidak bias lagi menjalankan tugasnya lagi,
atau orang-orang yang tidak terlibat dalam pertempuran
·
Hukum Kejahatan
terhadap Kemanusiaan (massal)
Istilah
ini dikeluakan oleh pengadilan Nurenberg untuk perbuatan kejam Nazi Jerman
terhadap warga negaranya sendiri. Namun, dewasa ini genosida (pembunuhan massal
dilatar belakangi kebencian terhadap etnis, suku tertentu) juga termasuk dalam
hukum ini.
Subyek dan Objek
hokum internasional dapat berubah. Seperti apa yang terjadi pada
perang Serbia-Bosnia (perang Balkan), dimana Mahkamah Internasional (ICJ)
akhirnya menjatuhkan hukuman secara individu terhadap petinggi militer Serbia
karena dianggap sebagai orang-orang yang paling bertanggung jawab terhadap
pembantaian kaum muslim Bosnia. Mantan petinggi militer Serbia yang diadili
antara lain, Kepala Staff militer Serbia, Ljubisa Beara; Vujadin Popovic,
pejabat militer yang bertanggung jawab atas pengerahan polisi militer, Ljubomir
Borovcanon, Deputi Komandan Polisi Khusus Serbia; Vinko Pandurevic, Komandan
Brigade yang melakukan serangan dan Drago Nikolic, Kepala Brigade Keamanan militer
Serbia. Dari hal ini, saya dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan
status subyek hukum internasional itu sendiri yaitu, perang ini melibatkan
negara (Serbia), namun pada akhirnya mahkamah menjatuhkan hukuman terhadap
individu.
Objek
hukum internasional dapat berubah disebabkan dunia global dan
internasional yang bersifat dinamis (selalu berubah). Sehingga tindak lanjut
dari hukum internasional itu sendiri akan berubah mengikuti arus perkembangan
zaman dan permasalahan baru yang akan timbul dalam hubungan internasional
kedepannya. Seperti permasalahan yang terbaru saya baca di internet yakni kasus
perompakan kapal-kapal laut di Somalia. Kasus ini menyebabkan PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi agar kejadian ini tidak terulang kembali.
bagus sekali dan bermanfaat jangan lupa lihat berita terbaru dibawah ini
BalasHapusKebijakan Kriminalisasi di Bidang Keuangan