A. Pengertian
Subekti menjelaskan bahwa “Agraria adalah
urusan tanah dan segala apa yang ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah
diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.
Lemaire menuturkan hukum agraria sebagai suatu
kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata
negara dan hukum administrasi negara
B. Dasar Hukum Agraria
Dalam pembahasan
tentang sejarah Hukum Agraria Indonesia ada dua fase penting yang harus dipertimbangkan,
yaitu fase sebelum September 1960, dan fase sesudah tanggal itu.
Dalam fase sebelum
September 1960 Hukum Agraria Indonesia terdiri atas bagian-bagian dari Hukum
Perdata Barat, Hukum Adat orang Indonesia asli, Hukum Antar Golongan dan hukum
sesudah proklamasi merupakan pengaruh dari Hukum Tata Negara.
Dari semua hal di
atas yang paling penting dijadikan landasan Hukum Agraria Indonesia pada zaman
penjajahan Belanda adalah Pasal 51 I.S.
tahun 1870, juga dikenal dengan nama bahasa Belanda Agrarische Wet.
Sebagai pelaksanaan daripada Agrarische Wet adalah Penyataan Domein (Domein
Verklaring) yang berbunyi bahwa:
"Semua tanah
yang orang lain tidak dapat membuktikan, bahwa itu eigendomnya adalah tanah
domein atau milik Negara."
Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan
Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber hukum materiil dalam
pembinaan hukum agraria nasional. "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
Rakyat."
Tujuan
diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
C. UU Agraria
Undang Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.
Pasal 1.
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa
Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi,
air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang
bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan
pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah
ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.
Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3)
Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam
ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai
dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan
dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan
makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan
masyarakatmasyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan ketentuan Peraturan Pemerintah.
Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal
1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Pasal 4.
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai
yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan
untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam
batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang
angkasa.
Pasal 5.
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia
serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan
dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka
pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 8.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam
bumi, air dan ruang angkasa.
Pasal 9.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai
hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan
pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik
laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu
hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri
maupun keluarganya.
Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai
sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat
(1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat
( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
Pasal 11.
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan
hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber
pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam
pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain
yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan
keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan
golongan yang ekonomis lemah.
Pasal 12.
(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria
didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk
koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain
menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.
Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha
dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi
dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta
menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan
martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam
lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat
monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria
yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian
dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan
agraria.
Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam
pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2)
Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci
lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan
masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi
pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri,
transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat
(1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah
mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa
untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud
dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah
Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan
dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya
serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau
instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan
pihak yang ekonomis lemah.
Pasal 35-40: Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu
sampai 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai 20 tahun.
Seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dapat dialihan kepada
pihak lain, dan hanya WNI atau badan hukum Indonesia berhak memiliki Hak Guna
Bangunan, serta dapat dijadikan jaminan Hutang.
Pasal 41-43: Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dengan perjanjiannya dengan pemilik tanahnya. Hak ini bukan
hak sewa-menyewa atau perjanjian pengolehan tanah.
Yang boleh memiliki Hak Pakai adalah WNI orang asing yang
berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia,
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 44-45: Hak Sewa untuk Bangunan
Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah apabila
ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Perjanjian sewa yang
dimaksudkan tidak boleh disertai syarat yang mengandung syarat-syarat
memeraskan.
Yang boleh memiliki Hak Sewa adalah WNI orang asing yang
berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia,
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 46: Hak Membuka Tanah, Memungut
Hasil Hutan
Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan hanya dapat dipunyai
oleh WNI dan diatur oleh peraturan pemerintah. Penggunaan Hak Memungut Hasil
Hutan secara sah tidak berarti diperoleh hak milik atas tanah itu.
Pasal 47: Hak Guna-air, Pemeliharaan
& Penangkapan Ikan
Hak guna-air adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu
dan/atau mengalir air itu di atas tanah orang lain. Hak guna air serta
pemeliharaan & penangkapan ikan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 48: Hak Guna Ruang Angkasa
Hak Guna Ruang Angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga
dan unsur-unsur dari ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan
kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak Guna
Ruang Angkasa diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 49: Hak-hak tanah untuk Keperluan
Suci dan Sosial
Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi.
Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk
bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar