Sabtu, 19 Januari 2013

Hukum Agraria

A. Pengertian
Subekti menjelaskan bahwa “Agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.
Lemaire menuturkan hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara

B. Dasar Hukum Agraria
Dalam pembahasan tentang sejarah Hukum Agraria Indonesia ada dua fase penting yang harus dipertimbangkan, yaitu fase sebelum September 1960, dan fase sesudah tanggal itu.
Dalam fase sebelum September 1960 Hukum Agraria Indonesia terdiri atas bagian-bagian dari Hukum Perdata Barat, Hukum Adat orang Indonesia asli, Hukum Antar Golongan dan hukum sesudah proklamasi merupakan pengaruh dari Hukum Tata Negara.
Dari semua hal di atas yang paling penting dijadikan landasan Hukum Agraria Indonesia pada zaman penjajahan Belanda adalah Pasal 51 I.S. tahun 1870, juga dikenal dengan nama bahasa Belanda Agrarische Wet. Sebagai pelaksanaan daripada Agrarische Wet adalah Penyataan Domein (Domein Verklaring) yang berbunyi bahwa:
"Semua tanah yang orang lain tidak dapat membuktikan, bahwa itu eigendomnya adalah tanah domein atau milik Negara."
Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional. "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat."
Tujuan diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. 

C. UU Agraria
Undang Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.
Pasal 1.
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakatmasyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan ketentuan Peraturan Pemerintah.

Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Pasal 4.
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.

Pasal 5.
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

Pasal 8.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.

Pasal 9.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.

Pasal 11.
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

Pasal 12.
(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.

Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.

Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

Pasal 35-40: Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu sampai 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai 20 tahun.
Seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dapat dialihan kepada pihak lain, dan hanya WNI atau badan hukum Indonesia berhak memiliki Hak Guna Bangunan, serta dapat dijadikan jaminan Hutang.
Pasal 41-43: Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjiannya dengan pemilik tanahnya. Hak ini bukan hak sewa-menyewa atau perjanjian pengolehan tanah.
Yang boleh memiliki Hak Pakai adalah WNI orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 44-45: Hak Sewa untuk Bangunan
Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Perjanjian sewa yang dimaksudkan tidak boleh disertai syarat yang mengandung syarat-syarat memeraskan.
Yang boleh memiliki Hak Sewa adalah WNI orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 46: Hak Membuka Tanah, Memungut Hasil Hutan
Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan hanya dapat dipunyai oleh WNI dan diatur oleh peraturan pemerintah. Penggunaan Hak Memungut Hasil Hutan secara sah tidak berarti diperoleh hak milik atas tanah itu.
Pasal 47: Hak Guna-air, Pemeliharaan & Penangkapan Ikan
Hak guna-air adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalir air itu di atas tanah orang lain. Hak guna air serta pemeliharaan & penangkapan ikan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 48: Hak Guna Ruang Angkasa
Hak Guna Ruang Angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dari ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak Guna Ruang Angkasa diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 49: Hak-hak tanah untuk Keperluan Suci dan Sosial
Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar